Dorothy Miles adalah sosok pionir yang karyanya meninggalkan kesan yang tak terhapuskan pada komunitas Tunarungu. Sebagai seorang penyair, pemain, dan aktivis, Miles menggunakan bakatnya untuk mengadvokasi hak dan pengakuan individu Tunarungu. Dia dipuji atas kontribusinya terhadap pengembangan sastra bahasa isyarat, membawa perspektif unik dalam cerita dan puisinya.
Aktivisme Miles berupaya menjembatani kesenjangan antara komunitas tuna rungu dan komunitas pendengaran, mendorong pemahaman dan inklusivitas. Artikel ini akan mengeksplorasi kehidupan dan kariernya, menyelidiki pengaruhnya terhadap puisi bahasa isyarat, upayanya untuk mempromosikan seni Tunarungu, dan upayanya yang tiada henti dalam melakukan perubahan sosial.
Biografi Dorothy Miles
Tahukah Anda bahwa Dorothy “Dot” Miles, lulusan tahun 1961, lebih dari sekedar nama di komunitas Tunarungu? Lahir di Wales pada tahun 1931, Dot kehilangan pendengarannya pada usia 11 tahun karena meningitis. Namun hal itu tidak menghalanginya untuk menjadi perintis. Jadi, apa yang membuat Dot Miles begitu luar biasa? Ayo selami!
Dot adalah seorang penyair yang tidak hanya menulis—dia juga menandatangani puisinya dalam Bahasa Isyarat Inggris (BSL) dan Bahasa Isyarat Amerika (ASL). Bayangkan mengekspresikan keindahan puisi tidak hanya dalam bentuk tulisan tetapi juga melalui seni bahasa isyarat. Cukup menakjubkan, bukan?
Setelah menyelesaikan studinya di Wales, Dot berkelana melintasi Atlantik pada usia pertengahan 20-an untuk kuliah di Universitas Gallaudet, satu-satunya universitas di dunia untuk mahasiswa tunarungu. Dia mengambil jurusan bahasa Inggris dan menjadi bintang dalam produksi dramatis. Perjalanannya tidak berakhir di situ; dia kembali ke Inggris, kemudian kembali ke AS untuk bergabung dengan Teater Nasional Tunarungu.
Pengaruh Dot bahkan sampai ke televisi. Dia membantu menciptakan Lihat Dengarsebuah acara BBC yang membahas masalah-masalah yang mempengaruhi komunitas Tunarungu. Namun pengaruhnya tidak hanya di layar saja—dia memimpin upaya advokasi di seluruh Wales dan Inggris, memperjuangkan pemberdayaan bagi penyandang tunarungu dan orang yang mengalami gangguan pendengaran.
Pada tahun 1993, setahun setelah kematiannya, Pusat Kebudayaan Dorothy Miles didirikan untuk menghormatinya. Pusat ini, bersama dengan organisasi advokasi Dot Sign Language, melanjutkan warisannya hingga hari ini.
Pendidikan dan Minat Awal
Pengejaran Dorothy Miles terhadap pendidikan merupakan bukti tekad dan semangatnya untuk mengatasi kesulitan. Terlepas dari hambatan komunikasi yang dia hadapi, Miles bersekolah di Royal School for the Deaf di Derby, tempat dia menerima pendidikan formal. Di sinilah dia pertama kali terlibat dengan bahasa isyarat, meletakkan dasar untuk pekerjaannya di masa depan dalam sastra bahasa isyarat. Dipengaruhi oleh pendidikan bilingualnya, Miles mengembangkan ketertarikan awal terhadap nuansa bahasa, yang mendorong minatnya pada puisi dan seni pertunjukan.
Semangatnya untuk berekspresi dan bercerita semakin dipupuk selama ia berada di Universitas Gallaudet di Washington, DC, sebuah institusi penting dalam perjalanannya. Di Gallaudet, dia mendalami kekayaan budaya dan tradisi komunitas Tunarungu, yang sangat memengaruhi pekerjaannya baik sebagai seniman maupun aktivis. Dia mengeksplorasi berbagai bentuk ekspresi artistik, termasuk teater dan puisi, sering kali mengintegrasikan bahasa isyarat ke dalam penampilannya. Pengaruh utama selama periode ini termasuk pionir dalam seni dan sastra Tunarungu, yang karyanya menginspirasi Miles untuk menggunakan bakatnya sendiri untuk meningkatkan suara Tunarungu. Pengalaman formatif ini membentuk kariernya, mendorong komitmennya untuk menjembatani kesenjangan budaya melalui kekuatan bahasa dan seni.
Kontribusi pada Bahasa Isyarat dan Budaya Tunarungu
Dorothy Miles memainkan peran perintis dalam mempromosikan Bahasa Isyarat Amerika (ASL) dan Bahasa Isyarat Inggris (BSL) sebagai bahasa yang sah. Dia berperan penting dalam menganjurkan pengakuan bahasa isyarat sebagai bahasa yang lengkap dan kaya yang mampu menyampaikan konsep dan emosi yang kompleks, setara dengan bahasa lisan. Melalui karyanya, Miles berupaya mengungkap keindahan dan potensi ekspresi bahasa isyarat, menggunakan puisi dan pertunjukan sebagai alat yang ampuh untuk meningkatkan statusnya di masyarakat. Penampilannya sering kali menampilkan interaksi ritme dan gerakan yang dinamis, menarik perhatian penonton tunarungu dan pendengaran serta menjembatani kesenjangan budaya.
Kontribusi inovatif Miles pada puisi bahasa isyarat menunjukkan kedalaman dan keserbagunaan bahasa isyarat sebagai media ekspresi artistik. Dia menunjukkan bahwa bahasa isyarat bisa menjadi sarana yang ampuh untuk bercerita, mampu menyampaikan narasi dan emosi yang rumit. Dengan melakukan hal ini, ia tidak hanya memperkaya lanskap sastra dan seni Tunarungu namun juga menantang persepsi masyarakat terhadap penyandang Tunarungu, dan mengadvokasi persamaan hak dan peluang bagi mereka.
Pengaruhnya terhadap budaya Tunarungu sangat besar, karena ia menginspirasi generasi seniman dan aktivis Tunarungu untuk merangkul warisan linguistik mereka dan berjuang untuk perubahan sosial. Advokasi Miles untuk hak-hak Tunarungu tidak terbatas pada upaya artistik; dia juga sangat terlibat dalam upaya meningkatkan aksesibilitas, pendidikan, dan keterwakilan bagi individu tunarungu. Melalui karyanya seumur hidup, Dorothy Miles mengukuhkan warisannya sebagai perintis yang mengubah persepsi dan realitas bahasa isyarat dalam masyarakat.
Pengaruhnya pada Bahasa Isyarat Inggris
Pengaruh Dorothy Miles pada Bahasa Isyarat Inggris (BSL) sangat mendalam dan transformatif. Sebagai pionir dalam puisi dan pertunjukan bahasa isyarat, ia memainkan peran penting dalam mengangkat BSL sebagai bentuk komunikasi yang diakui dan dihormati. Melalui karya kreatifnya, ia menyoroti kekayaan linguistik dan signifikansi budaya BSL, mendorong penerimaan dan apresiasi masyarakat yang lebih luas.
Advokasi Miles melampaui seni; dia bekerja tanpa kenal lelah untuk mempromosikan BSL di lingkungan pendidikan dan publik, berupaya untuk meningkatkan pemahaman dan visibilitas bahasa tersebut di komunitas yang lebih luas. Upayanya memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pengakuan BSL sebagai bahasa resmi di Inggris, menegaskan statusnya dan memastikan aksesibilitas yang lebih baik bagi populasi Tunarungu. Warisan Dorothy Miles dalam mempromosikan BSL terus menginspirasi generasi baru untuk mengeksplorasi potensi penuh dari bahasa isyarat, membina hubungan yang lebih dalam antara komunitas Tunarungu dan komunitas pendengaran.
Puisi dan Komunitas Tunarungu
Kontribusi Dorothy Miles pada puisi dalam komunitas Tunarungu merupakan bukti semangat inovatif dan visi artistiknya. Dia termasuk orang pertama yang memelopori penggunaan bahasa isyarat sebagai bentuk puisi, menyadari kapasitas unik bahasa visual untuk menyampaikan kedalaman emosional dan tematik yang kuat. Melalui karyanya, Miles mengubah cara puisi dirasakan dan dialami dalam budaya Tunarungu, menawarkan saluran ekspresif baru yang merayakan seni dan identitas linguistik.
Penampilannya memadukan keanggunan visual bahasa isyarat dengan penceritaan yang rumit, menciptakan pengalaman imersif yang dapat diterima baik oleh penonton Tunarungu maupun yang dapat mendengar. Dengan memanfaatkan tata bahasa dan ritme bahasa isyarat yang berbeda, Miles menunjukkan potensinya untuk menjadi estetis dan berdampak besar, yang selanjutnya mengintegrasikan puisi isyarat ke dalam kerangka sastra yang lebih luas. Warisannya dalam komunitas Tunarungu tetap berpengaruh, menginspirasi banyak ekspresi kreatif dan memupuk rasa bangga dan kesatuan budaya bagi banyak orang. Melalui upayanya yang luar biasa, Dorothy Miles tidak hanya memperluas cakrawala sastra dan seni Tunarungu namun juga memperjuangkan pentingnya aksesibilitas dan inklusivitas dalam dunia sastra.
Gaya Penulisan Dorothy
Gaya penulisan Dorothy Miles ditandai dengan integrasi dinamis antara bahasa visual dan ekspresi performatif, menjadikan karyanya mudah diakses dan menggugah. Dia mahir dalam menyusun narasi yang dengan mulus memadukan unsur-unsur Bahasa Isyarat Amerika dan Inggris, menunjukkan kelancaran dan kemampuan beradaptasi dari bahasa-bahasa tersebut. Puisi dan penampilannya dicirikan oleh aliran ritmis yang mencerminkan irama alami bahasa isyarat, menggunakan gerakan tidak hanya sebagai alat komunikasi tetapi sebagai bentuk seni itu sendiri.
Kemampuan Miles untuk menangkap emosi dan tema yang kompleks melalui penggunaan elemen spasial dan gestur yang fasih membedakan karyanya, mengundang audiens Tunarungu dan pendengaran ke dalam pengalaman penemuan dan apresiasi bersama. Pendekatan inovatifnya dalam bercerita melibatkan mendobrak batasan konvensional antara bahasa tertulis dan bahasa isyarat, sering kali menggunakan metafora dan simbolisme dengan cara yang menonjolkan kekayaan visual bahasa isyarat. Karya Dorothy tetap menjadi landasan bagi mereka yang ingin mengeksplorasi kemungkinan luas bahasa dan dampaknya terhadap ekspresi budaya.
FAQ
Dorothy Miles lahir di Wolverhampton, Inggris, pada tahun 1931. Kehidupan awalnya di Inggris dan pengalaman selanjutnya membentuk pemahaman mendalam dan komitmennya untuk mengadvokasi pengakuan dan apresiasi bahasa isyarat. Wolverhampton menjadi titik awal perjalanannya, yang akhirnya membawanya menjadi tokoh terkemuka di komunitas Tunarungu Inggris dan Amerika.
Dorothy Miles meninggal dunia pada tahun 1993. Kematiannya disebabkan oleh keadaan yang tragis, saat dia berjuang dengan tantangan kesehatan mental sepanjang hidupnya. Meski mendapat dukungan dari komunitas dan orang-orang terkasihnya, tantangan ini pada akhirnya membawanya untuk bunuh diri. Kepergiannya yang terlalu dini merupakan kehilangan yang sangat besar bagi komunitas Tunarungu dan mereka yang mengagumi karya dan advokasinya. Bahkan saat dia tidak ada, warisan Miles tetap bertahan melalui kontribusinya sebagai pionir dalam puisi bahasa isyarat dan budaya Tunarungu yang lebih luas, yang menjadi inspirasi dan pengingat akan perlunya kesadaran dan dukungan kesehatan mental di semua komunitas.
Ya, Dorothy Miles adalah seorang Tunarungu. Perspektif uniknya sebagai individu Tunarungu sangat memengaruhi pekerjaan dan advokasinya. Merangkul identitasnya, dia mendedikasikan hidupnya untuk memajukan hak dan pengakuan komunitas Tunarungu, baik di negara asalnya, Inggris, maupun internasional. Pengalamannya memungkinkan dia untuk secara autentik mengekspresikan kekayaan budaya Tunarungu dan bahasa isyarat, menjadikannya sosok penting dalam menjembatani kesenjangan antara dunia Tunarungu dan dunia pendengaran. Melalui puisi, pertunjukan, dan aktivismenya, Miles tidak hanya merayakan identitas Tunarungu namun juga memperjuangkan pentingnya aksesibilitas dan kesetaraan bagi semua.